logo SLO Nusantara

Film – Godzilla, yang merupakan salah satu simbol monster paling terkenal dalam sejarah bioskop, sudah melewati beragam era serta bentuk penyajian, termasuk di dalam produksi animasi.

Waralaba ini menghadirkan sejumlah adaptasi yang memberikan sudut pandang segar tentang raja monster tersebut. Dua adaptasi anime yang mencolok di antaranya adalah Trilogi Animan Gokuhide dan Gokuhide: Titik Tunggal.

Kedua karya tersebut menampilkan sudut pandang yang beragam dalam melukiskan eksistensi Godzilla di sebuah dunia dipenuhi tensi dan misteri sains.

Dua seri animasi tentang Godzilla, yaitu Trilogi Animasi Godzilla dan Godzilla: Singular Point, menggarisbawahi kelebihan, kekurangan, serta perbedaan antara keduanya. – Tiyarman Gulo

Godzilla Anime Trilogy

Ketiganya adalah bagian dari trilogi yang mencakup ketiga film berikut: Godzilla: Planet of the Monsters (2017), Godzilla: City on the Edge of Battle (2018), serta Godzilla: The Planet Eater (2018).

Tiga film ini menunjukkan sebuah dunia masa depan di mana manusia dipaksa untuk meninggalkan planet bumi karena kekuasaan Godzilla.

Setelah 20.000 tahun berganti, umat manusia kembali dan menemukan bahwa bumi sudah berubah menjadi tempat tinggal yang jauh lebih sesuai untuk makhluk buas daripada manusia sendiri.

Kekuatan Ide yang Menantang dan Kreatif

Satu hal menarik dari trilogi ini terletak pada konsep asli yang diusung. Menampilkan Godzilla sebagai raja mutlak yang sudah bertahan selama ribuan tahun menciptakan atmosfer segar dibanding pendahulunya. Visualnya juga sangat memukau.

Trilogi ini mengandalkan teknik penggambaran CGI yang canggih untuk menciptakan representasi dari Godzilla dengan tingkat detail yang luar biasa. Tampilannya yang megah dan kuat di layar membuatnya tampak seperti makhluk tak tertandingi, sehingga lebih menegaskan kedudukan Godzilla sebagai sang raja monsternya. Pendekatan filosofi yang mendalam turut ditampilkan dalam trilogi tersebut.

Bukan sekadar soal peperangan, tiga film ini juga mendiskusikan topik-topik penting seperti esensialisme, takdir manusia, serta fungsi teknologi untuk mengatasi hambatan dunia. Bagian terakhir dari seri, The Planet Eater, menyertakan elemen-elemen mitologis dan pemahaman universal yang lebih luas. Kelemahan lainnya adalah karakter-karakter kurang memukau.

Satu tantangan besar dari seri ini ada pada kurangnya pembentukan karakter para tokohnya. Karakter utama, Haruo Sakaki, kadang tampak begitu statis tanpa banyak perubahan berarti dalam sifat atau perilakunya. Selain itu, alur cerita yang cenderung lamban serta dialog-dialog kompleks juga menjadi poin tersendiri bagi beberapa penonton.

Film-film di trilogi ini lebih menekankan pada percakapan dan detail ilmiah daripada adegan pertarungan. Ini seringkali membuat sebagian besar penggemarnya merasa narasinya bergerak cukup lambat, terlebih untuk para penikmat yang mendambakan aksi kaiju yang semakin sengit. “Godzilla: Singular Point” turut menjadi bagian dari seri tersebut.

Tahun 2021 melihat rilis serial anime Godzilla: Singular Point, yang menawarkan gaya baru dibanding tiga musim terdahulu. Terdiri dari 13 episod, acara ini menyatukan elemen-elemen ilmu pengetahuan, misteri, serta pertarungan monster klasik ke dalam cerita yang rumit.

Kekuatan Cerita yang Semakin Rumit dan Mengundang Interest

Singular Point membawa cerita yang kompleks, menyatukan unsur-unsur fiksi sains bersamaan dengan ide dasar tentang monster raksasa, Godzilla. Hal ini menciptakan sebuah tontonan yang memicu pertimbangan dan cukup menantang. Penggambaran karakter pun menjadi lebih mendalam.

Tidak seperti tiga seri sebelumnya, Singular Point menghadirkan karakter-karakter yang lebih kompleks dan memukau. Protagonis dalam cerita ini memiliki dorongan pribadi yang signifikan serta hubungan yang tampak jujur dan alami. Pendekatan ilmiah yang mendalam menjadi ciri khas dari bagian ini.

Seri ini sering kali menggabungkan ide-ide fisika teoritis serta matematika, menjadikannya menarik untuk para pemirsa yang suka dengan sudut pandang ilmiah dalam cerita bergenre kaiju. Kelemahannya adalah beberapa penonton mungkin merasa terlalu rumit.

Meskipun metode ilminya cukup menarik, sebagian penonton merasa “Singular Point” agak sulit untuk di nikmati dengan santai. Untuk orang-orang yang belum terbiasa dengan ide-ide sains dalam film ini, kisah tersebut mungkin tampak rumit. Dibanding kedua adaptasinya, demikian pula halnya.

Sama halnya dengan trilogi anime Godzilla, seri Godzilla: Singular Point juga memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Bila trilogi tersebut menitikberatkan atmosfer pasca-kiamat serta ide-ide tentang eksistensialisme, Singular Point justru memusatkan diri pada narasi yang lebih rumit dengan penggambaran ilmu pengetahuan yang luas.

Mana yang Lebih Baik?

Di penghujung hari, keputusan di antara trilogi anime Godzilla dan Godzilla: Singular Point bergantung pada selera setiap penikmat film.

Apabila Anda menggemari narasi berirama santai yang mencakup pemikiran dalam tentang keberadaan manusia, tiga seri buku ini dapat jadi opsi yang menarik untuk Anda.

Tetapi, apabila Anda menginginkan adegan yang lebih menarik dengan campuran teka-teki dan ilmu pengetahuan yang rumit, Singular Point merupakan pilihan yang tepat untuk Anda.

Meskipun memiliki keunggulan tersendiri, keduanya sukses memperkenalkan Godzilla ke dalam industri animasi dengan gaya yang berbeda.

Untuk pecinta sejati, keduanya masih worth untuk disaksikan dan diapresiasi sebagai bagian dari perjalanan melihat warisan kaiju terluas dalam sejarah.

Apakah kau penggemar trilogi anime Godzilla atau cenderung ke arah Singular Point? Beri tanggapanmu di bagian komentar ya!