logo SLO Nusantara


JAKARTA, SLO NUSANTARA

– Pemerintah secara resmi mengenalkan aturan Pengelolaan Anak Aman dan Sehat dalam Dunia Digital (TUNAS), dengan tujuan melindungi generasi muda di ranah maya.

Meskipun demikian, beberapa lembaga swadaya masyarakat, seperti ICT Watch, mengecam cara pembentukan peraturan ini karena dianggap kurang terbuka serta belum benar-benar mencakup partisipasi publik dengan berkelanjutan.

ICT Watch menyambut positif usaha pemerintah untuk memastikan keselamatan anak dalam ranah digital.

Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Perlindungan Anak dalam Operasional Sistem Digital (PP PPASD) dianggap sebagai tindakan progresif untuk membentuk aturan yang mendukung keamanan anak.

Walau begitu, organisasi yang fokus pada literasi digital tersebut menggarisbawahi tiga masalah pokok dalam pembuatan kebijakan tersebut.


Proses Tergesa-gesa

ICT Watch menganggap bahwa pembuatan kebijakan TUNAS tampaknya dilakukan dengan tergesa-gesa untuk memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan.

Sebenarnya, menjaga keselamatan dan keamanan anak dalam lingkup digital memerlukan pembentukan kebijakan yang baik supaya tidak malah melupakan tujuan pokok dari pelindungan tersebut.

Mengutamakan kesejahteraan serta perlindungan anak merupakan suatu keharusan yang sangat penting.

disebutkan dalam aksi tersebut, meskipun jika dieksekusi dengan tergesa-gesa jelas akan meninggalkan risiko untuk menyingkirkan inti dari perlindungan dan kemananan si anak itu sendiri,” demikian tertulis dalam pernyataan ICT Watch.


Minimnya Partisipasi Publik

Walaupun pemerintah sudah mengikutsertakan beberapa stakeholder pada diskusi ini, ICT Watch berpendapat bahwa tahapannya masih belum merepresentasikan prinsip kemanfaatan, kerataan, serta keterbukaan.

Pelibatan organisasi masyarakat sipil dan anak sebagai pihak yang terdampak langsung dinilai masih bersifat formalitas.

Mereka menyatakan, ‘Tanpa partisipasi yang substantil, adil, dan inklusif, peraturan yang dibuat hanya akan menjadi aturan satu pihak saja yang tampaknya datang dari atas,’.


Kurangnya Transparansi

ICT Watch juga mengkritik kurangnya transparansi informasi selama proses perumusan kebijakannya.

Kurangnya kesempatan bagi masyarakat untuk melihat rancangan akhir atau mencatat proses pengembangan peraturan dipandang bertentangan dengan asas transparansi seperti yang disebutkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik dan juga UU Nomor 12 Tahun 2011 seputar Proses Legislasi Peraturan Perundang-undangan.

Pada saat proses diskusi sedang berlangsung, data mengenai kemajuan RPP, versi akhir dari draf, serta catatan tentang tahapannya tak disediakan bagi masyarakat umum.


Rekomendasi untuk Pemerintah

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ICT Watch menyerukan kepada pemerintah agar menyusun kebijakan tentang pelindungan anak dalam ranah digital dengan tingkat keterbukaan serta pertanggungjawaban yang lebih meningkat.

Berikut beberapa saran langkah yang dapat dipertimbangkan:

  • Meluncurkan kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses semua dokumen yang berkaitan, meliputi versi akhir dari draf serta catatan diskusi.
  • Memastikan keterlibatan yang signifikan dari seluruh stakeholder, terutama anak-anak sebagai kelompok penerima manfaat primer.
  • Menjadikan proses penyusunan peraturan teknis kebijakan ini lebih terbuka dan inklusif agar implementasi TUNAS berjalan efektif.

“ICT Watch menggarisbawahi bahwa pengelolaan internet, khususnya perlindungan anak dalam ranah digital, membutuhkan lebih dari sekadar aturan teknokratis saja. Yang diperlukan adalah kebijakan publik yang efektif, didukung oleh data lengkap serta dikembangkan secara transparan bersama seluruh pihak terkait (multiple stakeholders) seperti halnya dengan partisipasi anak-anak secara signifikan,” sebagaimana disampaikan pernyataan tersebut.

Pemerintah sudah menetapkan periode peralihan selama dua tahun untuk hal ini.
platform
digital agar bisa beradaptasi dengan peraturan terbaru ini.

Seiring dengan periode itu, Kementerian Komunikasi dan Digital akan melaksanakan peran sebagai otoritas pengawas sementara sampai berdirinya entitas bebas yang bertanggung jawab untuk memantau implementasi dari kebijakan ini.