logo SLO Nusantara


SLO NUSANTARA Bahas tentang latihan tunggal putra Malaysia, mantan pelatih Viktor Axelsen, Kenneth Jonassen mengatakan bahwa dia tidak memiliki tongkat sihir.

Lelaki dari Denmark tersebut memulai pekerjaannya yang baru di awal tahun ini.

Sejak memulai karir sebagai pelatih, tak satupun gelar berhasil diraih oleh para pemainnya.

Jonassen memang terbilang cukup nasib kurang beruntung.

Sebab itu, pemain unggulan Malaysia di nomor tunggal putra, Lee Zii Jia dan Ng Tze Yong, keduanya mengalami gangguan karena cedera.

Namun demikian, kemajuan juga terlihat pada atlet bulu tangkis tunggal putra lainnya.

Leong Jun Hao berhasil mengungguli wakil China, Li Shi Feng di ajang India Open 2025 yang berlangsung beberapa hari lalu.

Baru-baru ini Jonassen hampir tidak menyentuh masalah gaya pelatihan miliknya.

Seperti tidak memakai tongkat sihir, ia mengatakan bahwa dirinya hanya bergantung pada keahliannya sendiri.

Secara umum, dia hanya memberikan sentuhan akhir pada fondasi yang telah dimiliki oleh pemain bulu tangkis tunggal putra Malaysia.

“Saya bukanlah seorang pelatih yang boleh Anda pilih antara hitam atau putih,” tegasnya, demikian dilaporkan SLO NUSANTARA dari BWFBadminton.com.

“Saya lebih ke abu-abu…”

Akan saya coba dengan perspektif baru.

Sihir tersebut tak terwujud dalam hidupku. Yang ada hanyalah keahlian diri sendiri yang kubawa.

Saya tidak merubah dasar-dasar milik mereka.

Apa yang saya lakukan hanyalah menambahkan hal-hal baru. Oleh karena itu, kita memiliki lebih banyak teka-teki di dalam game kita.

Menurut Jonassen, “Saya rasa mereka sudah biasa dengan pelatih tertentu. Sedangkan, gaya kepemimpinan saya tidak sesuai dengan jenis tersebut.”

Sebelumnya berlatih di Eropa, ia memberikan beberapa wawasan tentang perbedaan antara atlet bulu tangkis dari Benua Biru dan Asia.

Secara umum, tidak terdapat perbedaan nyata antara keduanya.

Keseriusan para pemain dianggap hampir sama walaupun adanya perbedaan budaya tentu terlihat.

“Awalnya, saya menghargai komitmen para pemain,” katanya.

Tentang ambisi, hasrat meraih kesuksessan, serta menggapai capaian, semua hal tersebut adalah satu.

Sesungguhnya, penyebab yang mendorong niat mereka itu bervariasi, terutama karena perbedaan budaya.

“Tetapi, keputusan tentang apa yang mereka inginkan untuk dilakukan sangatlah serupa,” lanjut Jonassen.