logo SLO Nusantara


SLONUS

Sebuah petugas lokal ternyata menyimpan sejarah hidup yang tak lazim serta dipenuhi dengan berbagai tantangan.

Cerita pengalaman menyedihkannya saat akan merayakan Idulfitri diberikan ke masyarakat.

Merayakan Idulfitri tanpa membeli pakaian baru ternyata pernah dirasakan oleh seorang pejabat ini.

Karena ketekunan dia dahulu yang hidup dalam kemiskinan ekonomi akhirnya orangtuanya sekarang menjadikannya sebagai pejabat publik.

Gubernur Jawa Barat ini pernah mengalami kesedihan akibat kondisi orangtuanya.

Ini disampaikan oleh Dedi Mulyadi melalui akun media sosialnya pada hari Minggu (30/3/2025) sebagaimana dilaporkan SLONUSSenin (31/3/2025).

Dikatakan oleh Dedi Mulyadi bahwa saat masih kecil, tentunya kita menyambut hari raya dengan penuh kegembiraan.

“Sebab yang pertama, pasti mendapat uang zakat jika mengikuti kebiasaan desa saya dahulu, disebutnya dengan fitrah, berarti akan diberikan uang,” lanjut Dedi.

Selanjutnya, jelas Dedi, akan ada pemberian baju baru untuk si kecil saat perayaan Lebaran.

Dedi juga pernah merasakan sesuatu yang mirip pada saat itu dalam pengalamannya sebelumnya.


Sandal Jepit milik Dedi Mulyadi yang ditampilkan oleh Mama Juna kini dihargai hingga Rp 50 juta dan akan dilepas untuk amalan berkelanjutan.

“Lalu yang pasti berikutnya adalah mereka harus memakai pakaian baru,” ujarnya.

“Dulu ketika masih anak-anak, pakaian baru hanya didapatkan satu kali dalam setahun, yaitu saat lebaran,” jelas Dedi.

Tetapi kadang-kadang, saat hari raya Idul Fitri orangtua Dedi juga menghadapi masalah finansial.

Akhirnya Dedi tidak mendapatkan pakaian baru dari orang tuanya.

Menurut Dedi, kebahagian selama Lebaran masih bisa dirasakan walaupun menggunakan pakaian Lebaran dari tahun sebelumnya.

“Dede mengatakan bahwa yang paling menyedihkannya adalah ketika orang tuanya tak dapat membelikan pakaian baru untuk anak-anaknya,” tutur Dedi.

“Kesenangannya begitu besar hingga kami harus mengenakan pakaian lebaran dari tahun sebelumnya, namun itu bukanlah penghalang bagi kami untuk bersukacita,” lanjutnya.

Dedi bersikeras tidak melupakan fakta bahwa saat Idul Fitri datang, ia berlarian menuju warung favoritnya guna membeli minuman mewah yang populer di masa itu.

Dedi menyebut minuman tersebut sebagai Limun, mirip seperti soda beruap.

“Yang paling menggembirakan lagi setelah berbuka puasa, aku segera menuju warung Mak Iyok untuk meminum limun, minuman tersebut merupakan kenikmatan tersier pada masa itu,” jelas Dedi.

Sebagaimana diketahui, minuman berkarbonat bernama Dedi telah menjelma menjadi salah satu produk minuman ikonik di tanah air.

Menurut laporan Kompas TV, minuman berkarbonat ini telah ada sejak masa penjajahan Belanda.

Sebelum Indonesia digemari oleh minuman berkarbonasi saat ini, minuman segar lah yang menjadi favorit di kalangan masyarakat Indonesia.

Satu dari sedikit pabrikan sirup yang tetap bertahan terletak di Pekalongan, Jawa Tengah dan telah aktif sejak awal tahun 1920-an.

Seorang wanita mengalami nasib kurang beruntung seperti itu pula.

Sebuah upaya seorang pemudik yang bernama Sunarsih untuk pulang ke desanya dengan mengendarai bus tidak berhasil terlaksana.

Dia menjadi mangsa tipu oleh perantara tiket di Terminal Poris Plawad, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.

Sunarsih hanya mampu mengalirkan air mata kecewa karena tiket pulang kampung yang sudah dia beli ternyata palsu.

Perempuan dari Kota Tangerang berencana pulang kampung ke Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Ternyata tiket bis yang dia beli tidak sah.


Demi Mulyadi Akhiri Kemarahan dengan Permohonan Maaf kepada Karyawan Hibisc Usai Meminta Gaji, Namun Masih Menuntut Laporan Keuangan

Sebenarnya, dia sudah membayar senilai Rp400.000 untuk mendapatkan tiket bis yang berangkat pada hari Rabu (26/3/2025) jam 06.00 Waktu Indonesia Bagian Barat.

“Saya tiba di Terminal Poris Plawad sekitar satu jam awal dari waktu yang ditentukan, yakni pada pukul 05.00 WIB,” ujar Sunarsih terhadap hal tersebut.
Tribun Tangerang
pada Kamis (27/3/2025).

“Tapi saat akan naik ke bis, dia dikatakan oleh petugas bahwa tiket yang dipegang tidak sesuai, dan tidak dapat naik karena kapasitasnya telah terpenuhi,” tambahnya.

Menyadari situasi tersebut, Sunarsih berupaya menjelaskan ke pihak petugas.

Dia menyatakan bahwa ia membeli tiket tersebut secara langsung dari seseorang bernama Bowo di loket bus tempat dia akan naik.

Meski telah berupaya mempertahankannya, kenyakitan pahit masih perlu dihadapi.

Waktunya untuk pulang ke kampung halamannya harus diundurkan.

Beberapa pegawai terminal yang bertugas di meja informasi turut menjadi objek keluhan Sunarsih.

Namun, mereka hanya bersikap acuh terhadap keluhan Sunarsih seakan-akan tak perduli.

“Ia mencoba menjelaskan bahwa jika Anda membeli tiket secara langsung di konter dan diberikan layanan oleh petugas laki-laki bernama Pak Bowo yang mengenakan seragam, maka telah membayar dan mendapatkan sehelai kertas ini,” katanya.

“Sebab saya masih dilarang naik ke bis, akhirnya saya mengadukan hal tersebut kepada petugas di Terminal Poris Plawad ini, namun tanggapannya hanya begitu saja, jadi ya sudah seperti itu,” lanjutnya.

Tiket buatan palsu itu sudah dibeli oleh Sunarsih sekitar dua pekan sebelum keberangkatan pada hari Kamis (13/3/2025).

Awalnya, dia berencana untuk naik PO Bus Sinar Jaya.

Namun, karena tiket untuk keberangkatan pada tanggal yang diharapkan sudah habis, Sunarsih kemudian memutuskan untuk berpindah ke bus lainnya.

Saat ia membeli tiket, seseorang bernama Bowo yang melayaninya.

Merasa bahwa petugas itu tepat karena pakaian resmi yang dipakai adalah Murni Jaya, Sunarsih pun percaya padanya.

Terlebih lagi, proses membeli tiket disajikan di konter PO Bus Murni Jaya.

Saya membeli tiket tersebut sebab orang yang menangani mengenakan seragam dan berada di dalam loket, jadi saya merasa yakin.

“Selain membelinya dari penjual tak terpercaya, lalu kesalahan ada di pihakku, namun ini menggunakan seragam lengkap, jadi wajar saja jika aku percaya,” katanya.

Dia juga menginginkan petugas keamanan bisa lebih peduli dan mendengarkan keluhan warga yang ingin pulang kampung lewat Terminal Poris Plawad.

Menurut dia, banyak penumpang yang menjadi korban dari kecurangan para calo tiket bis itu.

Lebih-lebih pada masa kini, gerakannya para penumpang sedang meningkat pesat selama arus balik lebaran tahun 2025.

Diharapkan meminta bantuan kepada petugas tersebut agar mereka merasa iba pada penumpang yang ingin pulang kampung.

“Kenapa ada begitu banyak posko polisi, Dishub, dan Dinkes tetapi para calo masih terus melakukan penipuan kepada masyarakat?” jelasnya.

“Saya tidak hanya satu-satunya yang tertipu, banyak penumpang lainnya membayar harga lebih tinggi, mencapai Rp800.000 hinggaRp1,2 juta,” tutup Sunarsih.

Pengalaman mirip tidak hanya dialami oleh Sunarsih, beberapa penumpang lainnya yang menggunakan layanan PT Pelayaran Indonesia (Pelni) juga mengalami kegagalan dalam pulang kampung mereka.

Sejumlah penumpang yang ada di Pelabuhan Bintang 99, Batuampar, tidak dapat melanjutkan perjalanan mereka pada hari Jumat (28/3/2025).

Mereka menyatakan telah terjebak membeli tiket palsu melalui platform media sosial.

Sanusi, seorang pekerja dari Jawa Tengah yang berada di Kabupaten Karimun, merupakan salah satu korban dari penipuan tiket.


Berita viral
lainnya


Lainnya informasi keren dan mendalam ada disini
Googlenews SLONUS