…begitu teman-teman dari luar Indonesia memandang dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Jika mereka enggan mempercayai para ahli di sini, itu menjadi suatu permasalahan. Sebab, seorang pakar hanyalah bergantung pada reputasi yang dimilikinya. Apa arti jika reputasinya telah terjual? Hal ini tentu saja sangat menakutkan…
DALAM
Percakapan dalam siaran saya, bulan ini, Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Fathul Wahid mengungkapkan kekhawatirannya tentang kondisi bangsa saat ini.
Negara ini tengah mengalami masa sulit. Berbagai persoalan bermunculan tanpa ada tanda-tanda berakhir. Menurut Fathul Wahid, penyebab utama dari semua masalah tersebut adalah lenyapnya teladan yang seharusnya ditunjukkan oleh para pemimpin.
Sebenarnya bangsa ini telah diperkaya oleh kehadiran tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta. Telah mengenal jasa Agus Salim. Sudah pernah didampingi oleh Hoegeng Iman Santoso. Dan juga pernah dihiasi dengan sosok Baharuddin Lopa.
Tokoh-tokoh dengan integritas yang selalu sejalan antara perkataan dan tindakannya. Mereka konsisten dalam hal membedakan
your and mine
(Miliki dan milikku). Orang yang selalu menjaga kejujuran pribadi meskipun tetap hidup dengan gaya sederhana.
Saat ini, tindakan suap, favoritisme, penyalahgunaan koneksi, dan bergantung pada kekayaan bukan saja dilakukan oleh para pemegang kekuasaan tertinggi, tetapi juga oleh mereka yang berada di posisi lebih rendah.
Pemimpin-pemimpin yang diidolakan seharusnya dapat memberi teladan, namun malah dengan terbuka melanggar aturan, menggeneralisasi ketidakbenaran, dan bahkan sombong memperlihatkan kelengahan mereka.
Negara ini hampir kehilangan contoh positif yang dapat diikutinya. Sebelumnya, Indonesia mempunyai banyak figur berkualitas yang mampu menjadi teladan dalam bermasyarakat, berpolitik, dan menjalankan pemerintahan.
Aturan yang semestinya dipatuhi malah diremehkan. Undang-Undang tentang Kementerian Negara dengan tegas melarang pejabat ganda, namun pelanggarnya tidak ditindak lanjuti. Yang lebih menyedihkan, lembaga legislatif yang bertugas memantau justru tengah menghadapi masalah dalam berfungsi secara optimal.
Pengangkatan beberapa menteri dan wakil menteri menjadi komisaris di perusahaan milik negara tetap dilewati oleh DPR. Ini menunjukkan bahwa pemerintahan sedang membuktikan kekuasaannya yang melebihi aturan hukum.
Kenapa kita sampai kehilangan banyak orang yang baik?
Fathul menyaksikan banyak figur pada masa kini yang tak sinkron antara ucapan dan tindakan mereka. Satu hal di lidah, berbeda lagi dalam prakteknya.
Sebagai contoh, menyebut akan memberantas korupsi tetapi kenyataannya adalah memilih-memilih saat menangani kasus-kasus korupsi atau malah ikut serta dalam praktik tersebut. Secara singkat, ini bisa disebut sebagai pengekspresian kemunafikan atau sifat hipokrit.
“Memang sangat mengkhawatirkan ketika pada akhirnya kita bingung harus memercayai siapa. Saat rasa kepercayaan terhadap satu sama lain berkurang di antara masyarakat, itu adalah indikasi yang buruk,” ujar Fathul.
Seseorang yang tak mampu menepati janjinya dapat menghasilkan keraguan publik kepadanya, baik secara personal kepada orang tersebut maupun terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Apabila kondisi semacam ini terus berlangsung, akhirnya dapat mengantarkan Indonesia ke suatu situasi yang bagi Farhul sangat mengerikan.
“Tetapi kita sebagai manusia dengan akal waras dan beragama tidak boleh bersikap pesimistis, melainkan harus tetap optimistis serta mencari solusi. Menurut saya, salah satu jalan masuknya bisa lewat pendidikan,” ungkap Fathul.
Yang dimaksud dengan pendidikan mencakup seluruh jenjang, yaitu dari usia muda, sekolah dasar, sampai ke perguruan tinggi.
Yang pertama dan paling penting adalah mengajarkan nilai-nilai positif. Tujuannya agar saat generasi muda lulus dari sekolah, nilai-nilai tersebut telah tertanam kuat di dalam diri mereka.
“Semuanya akan jadi lebih sederhana saat lingkungan di luar kampus juga berubah serupa, yang berarti adanya peningkatan pada beberapa tingkat,” terangnya.
Sayangnya, tidak seluruh institusi pendidikan mampu melaksanakan hal serupa. Terdapat beberapa universitas yang telah diakui, dibeli, atau dipengaruhi oleh berbagai kepentingan tertentu.
Nilai, etika, serta moral yang dipupuk di tempat belajar perlu selalu dibina agar tak terjadi kerusakan.
decaying
), terlebih lagi kerusakan yang berasal dari dalam lingkungan pendidikan itu sendiri.
“Sebagai contoh, jika sebuah kasus yang terjadi di kampus di Jakarta menjadi preseden dan seluruh perguruan tinggi di Indonesia menghadapi hal serupa, dapat dibayangkan bagaimana pandangan masyarakat internasional tentang dunia pendidikan di negara ini bila para pelaku di luar negeri mulai meragukan kejujuran akademisi Indonesia. Hal tersebut tentu akan menciptakan permasalahan besar. Apalagi seorang akademisi hanya memiliki reputasi sebagai aset utama; ia tak mempunyai banyak harta berkelimpahan. Jika integritasnya telah hilang, maka apa lagi yang tersisa? Tentunya situasi semacam itu sangatlah mengkhawatirkannya,” ungkap Fathul.
Korupsi di lingkungan pemerintahan sekarang ini terjadi baik disadari maupun tidak dan memerlukan pembenahan lewat tindakan yang besar-besaran.
Sebagai contoh, menyusun kembali kebijakan menjadi satu yang lebih cocok dengan standar global serta lebih rasional, sehingga dapat dipertimbangkan secara jernih.
Indikatornya sederhana: Jika peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu tepat dan bermanfaat, seharusnya tak ada banyak protes dari masyarakat luas. Apalagi hingga beredar petisi penolakan secara online.
Menurut pandangan Fathul, berbagai aspek kehidupannya kini telah mengalami industrialisasi, seperti bidang politik, sistem peradilan, dan pun demikian dengan sektor pendidikan.
Dunia pendidikan perlahan-lahan terganggu oleh pengaruh modal ekonomi. Sekarang ini, sektor tersebut telah berubah menjadi sebuah arena komersial serta tindakan jual-beli, disebut juga sebagai neoliberalisasi dalam bidang pendidikan.
“Akibatnya, beberapa metode yang digunakan dapat mencapai tingkat tertentu hingga cukup parah, sehingga merusak prinsip-prinsip utama institusi tersebut. Misalnya saja komersialisasi dalam nama keberlanjutan hanya untuk memperoleh dana dan hal-hal serupa. Hasil akhir dari situ semua ini ialah bahwa generasi penerus negeri dengan potensi intelektual tetapi kurang beruntung secara ekonomi tidak memiliki peluang,” ungkap Fathul.
Mengejutkan atau tampak sulit untuk melawan neoliberalisme dalam dunia pendidikan sepenuhnya. Akan tetapi, institusi pendidikan masih dapat memberikan perlawanan yang sifatnya lokal, minimal dengan mengungkapkan komitmennya pada tujuan sebenarnya yaitu pengembangan serta peningkatan masa depan pemuda.
Sebagai contoh, para dosen tetap harus berusaha meningkatkan publikasi pada jurnal-jurnal yang telah terindeks Scopus. Hindari tujuan melakukan penelitian hanya semata-mata untuk mencapai peringkat atau akreditasi tertentu.
Tetapi, buatlah penelitian tersebut menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan, membentuk kesadaran masyarakat, serta pada akhirnya menaikkan taraf hidup manusia.
Universitas perlu menyediakan tempat khusus bagi golongan masyarakat yang memiliki kondisi keuangan kurang mapan agar dapat menjangkau dan memperoleh pendidikan tingkat lanjut di lembaga mereka. Dengan demikian, peluang meraih pendidikan tingkat tinggi masih terbuka luas untuk seluruh lapisan masyarakat.