Buya Yahya menyatakan bahwa melaksanakan puasa sunah Syawwal tidak perlu dilakukan secara beruntun atau terus-menerus dalam enam hari tersebut.
SLONUS
– Di Bulan Syawal disarankan untuk melaksanakan puasa sunnah sebanyak enam hari.
Perbuatan ibadah ini bila dilakukan serupa dengan melaksanakan puasa sepanjang tahun.
Menurut para ulama, Puasa Syawal dapat digunakan untuk mengganti puasa yang belum terselesaikan pada bulan Ramadhan.
Puasa Syawal adalah puasa yang terdiri dari enam hari pada bulan Syawal.
Melaksanakan ibadah puasa di bulan Syawal membawa keistimewaan yaitu akan diberikan ganjaran sebanding dengan menunaikan puasa selama satu tahun penuh.
Maka, apakah boleh melaksanakan puasa syawal tanpa harus berturut-turut?
Pada kuliahnya di tahun 2017, Buya Yahya menyatakan bahwa melaksanakan puasa sunnah Syawwal tidak perlu dilakukan secara beruntun atau terus-menerus dalam enam hari.
“Menurut pendapat dalam mazhab kami yang mengikuti Imam Syafi’i, urutan ke-6 tersebut tidak perlu berturut-turut,” jelas Buya Yahya, sebagaimana dilaporkan SURYA.CO.ID diambil dari kanal YouTube Al Bahjah TV.
Namun, apabila terdapat orang yang bersedia melakukannya dengan urut dalam waktu 6 hari penuh, hal tersebut akan menjadi lebih baik.
Karena jika diundur-undur, khawatir nanti dilupakan hingga bulan Syawal lewat.
Akhirnya, peluang untuk melaksanakan puasa sunah Syawal pada tahun tersebut pun hilang begitu saja.
“Segera menyelesaikannya lebih diutamakan karena apa? Mengingat penundaan dalam melakukan kebaikan bisa membuat kita khawatir akan hilangnya kesempatan di masa depan,” demikian kata Buya Yahya.
Buya Yahya menjelaskan lebih jauh bahwa orang yang berpuasa sunnah Syawwal tanpa harus dilakukan berturut-turut akan mendapatkan ganjaran sebanding dengan mereka yang melaksanakannya dalam enam hari secara beruntun.
Jika terdapat orang yang sedang berpuasa tetapi ketika bertamu dia dihidangkan makanan, maka tidak apa-apa bagi dirinya untuk mengalihkan waktu berpuasanya ke lain hari.
Maka tidak perlu, sebab itu adalah puasa sunah,
“Maka izin untuk berpuasa selama 1 (satu) hari, kemudian 3 hari setelah itu, dan 4 hari setelahnya, demikianlah sah. Dan kamu akan mendapatkan ganjaran seperti puasa sebanyak enam hari,” terangnya.
Buya Yahya pun menyebutkan bahwa orang yang berkeinginan menjalankan puasa sunah Syawwal memiliki kebebasan untuk memilih tanggalnya.
Sebagai contoh, Anda bisa memilih untuk melaksanakan fasta Syawwal pada hari Senin dan Kamis, karena hal itu juga dianjurkan dalam agama agar dapat mengumpulkan pahala dari kedua amalan tersebut.
Bila berpuasa sunnah dengan sunnah, silakan Anda niatkannya keduanya. Saya berniat untuk berpuasa di bulan Syawwal beserta puasa pada hari Senin, dan juga berniat untuk berpuasa di bulan Syawwal bersama puasa pada hari Kamis.
“atau sekitar tengah bulan Syawal selama puasa putih (Puasa Ayyamul Bidh) pada tanggal 13, 14, dan 15. Silakan berniat untuk melakukannya,” jelasnya.
Kapan bulan Syawwal dapat dijalankan untuk berpuasa?
Tentang waktu untuk memulai puasa syawal, Buya Yahya menyatakan bahwa sesuai dengan madzhab Imam Syafi’i, puasa sunah syawal sangat disarankan dilakukan dimulai dari tanggal 2 bulan Syawal dan harus dijalani secara berturut-turut selama 6 hari.
Hal itu disampaikan Buya Yahya dalam tayangan video lainnya yang diunggah oleh YouTue Al-Bahjah TV berjudul Bolehkah Puasa Sunnah Syawal 6 Hari.
“Pembahasan tentang Faatbaahu Sittan menyatakan bahwa puasa selama 6 hari bulan Syawal dianjurkan, terlebih menurut pendapat Imam Syafi’i hal ini menjadi suatu yang sangat dibenarkan dan bahkan lebih ditekankan. Puasa tersebut dilakukan berturut-turut mulai dari tanggal kedua hingga keenam setelah Idul Fitri. Hal ini sesuai dengan pandangan Mazhab Imam Syafi’i radhiallahu ‘anhu,” jelas Buya Yahya.
Namun, selanjutnya, terdapat perbedaan pandangan para ulama lain yang justru bertentangan dengan mazhab Imam Syafi’i.
Menurut Imam Maliki, dianggap tidak disukai jika seseorang secara langsung memulai ibadah fastabiqul khairat sunnah syawal sesudah hari raya Idul Fitri atau pada tanggal 2 Syawal.
Hal ini dikarenakan khawatirnya puasa sunah Syawal berubah menjadi suatu kewajiban yang dapat membebani seseorang.
“Maka jika Anda mengenal orang-orang dari Mazhab Maliki, mereka tidak secara otomatis akan berpuasa pada hari ke-2, 3, atau 4 selanjutnya,” jelas Buya Yahya.
Selanjutnya, bisakah para pengikut Mazhab Imam Syafi’i tidak melakukan puasa sunah di hari ke-2 bulan Syawal sebagai bagian dari Ramadhan?
Menurut Buya Yahya, boleh melaksanakan fastabiqul khairat di bulan Syawal kapan pun asalkan masih berada dalam rangkaian bulan tersebut.
Namun, melaksanakannya segera setelah tanggal 1 Syawal termasuk dalam kategori sangat disunnahkan atas dasar yang sudah-sudah.
“Mengacu pada pengetahuan yang saya miliki, menurut pemahaman Imam Syafi’i, sesudah hari raya, esok harinya berpuasa kembali,” jelasnya.
“Walau kita termasuk Mazhab Imam Syafi’i, ingin menyelesaikan puasa kita baru pada hari ke-7 selanjutnya, itu diperbolehkan tanpa ada masalah atau dianggap bukan sunah dalam Mazhab Syafi’i,” demikian penjelasannya.
Artikel ini dipublikasikan di Surya.co.id denganjudul Apakah Puasa Sunah Syawal Dapat Dilaksanakan Secara Tak Teratur? Inilah Petunjuk Yang Tepat Menurut Buya Yahya
https://surabaya.tribunnews.com/2025/04/01/bolehkah-puasa-syawal-dilakukan-tidak-berurutan-ini-tata-cara-yang-benar-menurut-buya-yahya?page=all#goog_rewarded
.
Penulis: Arum Puspita | Pengedit: Musahadah