logo SLO Nusantara


SLONUS.CO.ID – JAKARTA.

Kemenhub sedang menyusun ulang informasi tentang jumlah orang yang mudik selama periode Lebaran di tahun 2025. Ini penting karena melibatkan beragam jenis angkutan dan pihak-pihak yang terkait.

Kemudian, Kementerian Perhubungan akan merilis angka total pemudik setelah menyatukan semua data dari jenis-jenis tranportasi yang berbeda.

“Saat ini kami sedang mengumpulkan dan menyatukan data,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Budi Rahardjo ketika dihubungi SLONUS pada hari Kamis, 3 April.

Pada saat yang sama, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyebutkan bahwa ada fenomena anti-climax pada arus mudik Lebaran tahun 2025. Hal ini bukan disebabkan oleh beragam kebijakan untuk memperpanjang periode cuti, termasuk kebijakan Work from Anywhere (WFA), tetapi justru karena jumlah orang yang pulang kampung benar-benar merosot.

Itu jelas terlihat dari situasi di lokasi, khususnya di tempat destinasi para pemudik. Sebagai contoh, di area DIY termasuk dalam Kota Yogyakarta serta Kabupaten Gunung Kidul yang biasa ramai oleh kendaraan pribadi pada masa arus mudik dan hari raya Idul Fitri tahun lalu menjadi lebih lengang dibandingkan periode mudik 2025 ini. Terutama mengenai jumlah mobil ber plat nomor tidak resmi atau sering disebut sebagai plat polisi non AB tampak sangat sedikit.

Beberapa orang yang melintasi Tol Transjawa dari timur menuju barat atau sebaliknya selama dua hari hingga satu hari sebelum liburan, seperti dilaporkan, menegaskan bahwa lalu lintas berlangsung dengan mulus dan bahkan beberapa kendaraan tujuan utamanya adalah Jawa Timur juga dinyatakan cukup jarang.

Hal ini juga tercermin dalam data milik PT Jasa Marga (Persero) yang dikumpulkan dari gerbang tol Ciawi 1, Cikampek Utama 1, serta Kalihurip Utama 1 (Jawa Barat), dan Cikupa mulai dari H-5 hingga H-1 sebelum Lebaran tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2025. Data tersebut mengindikasikan ada penurunan jumlah pemudik selama periode H-5 sampai H-1.

Terdata, selama arus mudik tahun 2024 mencatatkan total 1.045.330 unit kendaraan. Sementara itu, untuk periode arus mudik di tahun 2025 mengalami penurunan menjadi 1.004.348 kendaraan, yang berarti berkurang sebesar 40.982 kendaraan dari tahun sebelumnya.

Meskipun demikian, puncak arus mudik masih terjadi pada H-3 dengan total 231.511 (2024) naik menjadi 255.027 kendaraan.

Menurut Darmaningtyas, keputusan tentang Work From Anywhere (WFA) sebenarnya tidak memiliki dampak besar. Sebaliknya, tampaknya adanya cuti lebih dini justru memberikan efek tersebut. Ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah permintaan di hari-H minus 10 dan -9 dengan sangat mencolok. Misalnya saja, dari total 93.568 unit (di masa H-10 tahun 2024), angka ini naik drastis hingga 161.893 unit ketika periode serupa datang pada tahun 2025. Begitu pula untuk tanggal H-9, dimana data menunjukkan lonjakan dari nilai asli yaitu 116.579 unit (pada tahun 2024) menjadi 166.948 unit (untuk waktu setara dalam tahun 2025).

Penurunan jumlah kendaraan pun terlihat di Pelabuhan Merak, Banten, tempat yang menghubungkan daerah tersebut dengan Sumatra.

Itu didasarkan pada hasil pemantauan PT ASDP (Persero) selama periode H-10 (21/3) hingga H (31/3). Dalam catatan tersebut, sebanyak 225.637 kendaraan roda empat melintasi Pelabuhan Merak saat arus mudik Lebaran tahun 2024.

Selanjutnya, angka tersebut mencapai 225.400 untuk arus mudik tahun 2025, yang berarti mengalami penurunan sebesar 0,1%. Meskipun demikian, total penumpang meningkat sebanyak 3%, yaitu dari 859.521 orang di tahun 2024 menjadi 885.828 orang di tahun 2025.

“Pengurangan jumlah pemudik pada tahun 2025 ternyata telah diramalkan jauh hari sebelum bulan puasa, saat pemerintah mengeluarkan aturan tentang penghematan anggaran,” kata Darmaningtyas.

Menurutnya, manfaat dari penghematan anggaran ini cukup besar dan memengaruhi keinginan masyarakat untuk pulang kampung merayakan Idulfitri.

ASN-ASN muda dengan beban cicilan rumah dan kendaraan cenderung lebih memilih untuk tidak pulang kampung. Ini disebabkan karena dalam tiga bulan terakhir mereka belum mendapat pendapatan ekstra baik itu dari kunjungan bisnis maupun acara formal atau konsultasi.

Lebih baik mereka mengoptimalkan penghasilan mereka untuk melunasi kredit rumah dan mobil sehingga memutuskan untuk tidak pulang kampung.

Selanjutnya, wanita cenderung sangat dipengaruhi oleh laporan tentang cuaca ekstrem ketika merencanakan perjalanan mereka.

Di sisi perusahaan swasta, banyak entitas yang telah mengimplementasikan pemutusan hubungan kerja (PHK). Tempat-tempat seperti hotel dan pusat hiburan pun menjadi sepi dari tamu atau pengunjung. Hal ini secara signifikan mempengaruhi kondisi ekonomi para pekerja.

“Mereka yang tak dapat pulang kampung memilih lebih baik menyimpan uangnya guna mendukung kelanjutan hidup sementara menanti kabar tentang nasib mereka,” jelas Darmaningtyas.